Rabu, 22 April 2015

ETIKA PANCASILA

Pengertian Etika
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaiman kita harus mengambil sikap bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan pelbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun  mahluk sosial (etika sosial) (Suseno, 1987).
Etika berkaitan dengan pelbagai masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak susila”, “baik” dan “buruk”. Sebagai bahasan khusus etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau bijak. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang memilikinya dikatan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
Etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) dalam bentuk tunggal artinya padang rumput, kebiasaan, adat, watak, dan lain-lain, dan bentuk jamak artinya kebiasaan. Etika berarti ilmu tentang apa yand biasa dilakukan atau ilmu tentang kebiasaan.
Menurut Dr.H. Hamzah Ya’cub dalam buku etika islam, etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh dapat diketahui oleh akal pikiran.
Kata yang dekat dengan etika adalah moral, berasal dari bahasa Latin “mores” artinya adat kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia, moral diterjemahkan dengan arti susila. Moral ialah sesuai ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan wajar. Etika lebih bersifat teori, sedangkan moral menyatakan ukuran. Sedangkan istilah moralitas adalah sifat moral yang berkenaan dengan baik dan buruk. Kata yang juga sering dipakai adalah etiket, artinya sopan santun, sehingga ada perbedaan antara etika dan etiket.
Etika termasuk salah satu cabang filsafat yang mempunyai kedudukan tersendiri. Etika membahas yang harus dilakukan oleh seseorang karenanya berhubungan dengan yang harus dan  tidak harus atau boleh dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya. Nilai dan norma etis banyak juga berasal dari agama, sehingga setiap orang yang beragama akan berusaha menjadikan agama sebagai pedoman nilai dan norma etis dalam kehidupan pribadi dan sosialnnya (Fauzi, 2003).

Etika Pancasila
Etika merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas masalah baik dan buruk. Ranah  pembahasannya   meliputi   kajian  praktis dan refleksi filsafat atas moralitas secara normatif. Kajian praktis menyentuh moralitas sebagai perbuatan sadar yang dilakukan dan didasarkan pada norma-norma masyarakat yang mengatur perbuatan baik (susila) dan buruk (asusila). Adapun refleksi filsafat mengajarkan bagaimana tentang moral filsafat mengajarkan bagaimana tentang moral tersebut dapat dijawab secara rasional dan bertanggungjawab.
Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan aliran-aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan pengembangan karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.
Rumusan Pancasila yang otentik dimuat dalam Pembukan UUD 1945 alinea keempat. Dalam penjelasan UUD 1945 yang disusun oleh PPKI ditegaskan bahwa “pokok- pokok  pikiran  yang termuat dalam Pembukaan (ada empat, yaitu persatuan, keadilan, kerakyatan dan ketuhanan menurut kemanusiaan yang adil dan beradab) dijabarkan ke dalam pasal-pasal Batang Tubuh. Dan menurut TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 dikatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sebagai sumber segala sumber, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Sebagai  sumber  segala  sumber,  Pancasila  merupakan  satu satunya sumber nilai yang berlaku di tanah air. Dari satu sumber tersebut diharapkan mengalir dan memancar nilai-nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan penguasa. Hakikat Pancasila pada dasarnya merupakan satu sila yaitu gotong royong atau cinta kasih dimana sila tersebut melekat pada setiap insane, maka nilai-nilai Pancasila identik dengan kodrat manusia. oleh sebab itu penyelenggaraan Negara yang dilakukan oleh pemerintah tidak boleh bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, terutama manusia yang tinggal di wilayah nusantara.
Pancasila merupakan  hasil kompromi  nasional  dan  pernyataan  resmi  bahwa bangsa Indonesia menempatkan  kedudukan setiap warga negara secara sama, tanpa membedakan antara penganut agama mayoritas maupun minoritas. Selain itu juga tidak membedakan unsur lain seperti gender, budaya dan daerah.
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan napas humanism, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saka. Sekalipun Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dalam arti bahwa Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya.

Pancasila Sebagai Solusi Problem Bangsa, Seperti Korupsi, Kerusakan Lingkungan, Dekadensi moral.
Situasi negara Indonesia saat ini begitu memprihatinkan. Begitu banyak masalah menimpa bangsa ini dalam bentuk krisis yang multidimensional. Krisis ekonomi, politik, budaya, sosial, hankam, pendidikan dan lain-lain, yang sebenarnya berhulu pada krisis moral. Tragisnya, sumber krisis justru berasal dari badanbadan yang ada di negara ini, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, yang notabene badan-badan inilah yang seharusnya mengemban amanat rakyat. Setiap hari kita disuguhi beritaberita mal-amanah yang dilakukan oleh orang-orang yang dipercaya rakyat untuk menjalankan mesin pembangunan ini.
Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegang kunci sangat penting dalam mengatasi krisis. Kalau krisis moral sebagai hulu dari semua masalah, maka melalui moralitas pula krisis dapat diatasi. Indikator kemajuan bangsa tidak cukup diukur hanya dari kepandaian warganegaranya, tidak juga dari kekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang lebih mendasar adalah sejauh mana bangsa tersebut memegang teguh moralitas. Moralitas memberi dasar, warna sekaligus penentu arah tindakan suatu bangsa. Moralitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu moralitas individu, moralitas sosial dan moralitas mondial.
Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentang prinsip baik yang bersifat ke dalam, tertanam dalam diri manusia yang akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Seorang yang memiliki moralitas individu yang baik akan muncul dalam sikap dan perilaku seperti sopan, rendah hati, tidak suka menyakiti orang lain, toleran, suka menolong, bekerja keras, rajin belajar, rajin ibadah dan lain-lain. Moralitas ini muncul dari dalam, bukan karena dipaksa dari luar. Bahkan, dalam situasi amoral yang terjadi di luar dirinya, seseorang yang memiliki moralitas individu kuat akan tidak terpengaruh. Moralitas individu ini terakumulasi menjadi moralitas sosial, sehingga akan tampak perbedaan antara masyarakat yang bermoral tinggi dan rendah. Adapun moralitas mondial adalah moralitas yang bersifat universal yang berlaku di manapun dan kapanpun, moralitas yang terkait dengan keadilan, kemanusiaan, kemerdekaan, dan sebagainya.
Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individu dalam melihat kenyataan sosial. Bisa jadi seorang yang moral individunya baik tapi moral sosialnya kurang, hal ini terutama terlihat pada bagaimana mereka berinteraksi dengan masyarakat yang majemuk. Sikap toleran, suka membantu seringkali hanya ditujukan kepada orang lain yang menjadi bagian kelompoknya, namun tidak toleran kepada orang di luar kelompoknya. Sehingga bisa dikatakan bahwa moral sosial tidak cukup sebagai kumpulan dari moralitas individu, namun sesungguhnya lebih pada bagaimana individu melihat orang lain sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang sama.
Moralitas individu dan sosial memiliki hubungan sangat erat bahkan saling tarik-menarik dan mempengaruhi. Moralitas individu dapat dipengaruhi moralitas social, demikian pula sebaliknya. Seseorang yang moralitas individunya baik ketika hidup di lingkungan masyarakat yang bermoral buruk dapat terpengaruh menjadi amoral. Kenyataan seperti ini seringkali terjadi pada lingkungan pekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaan berisi orang orang yang bermoral buruk, maka orang yang bermoral baik akan dikucilkan atau diperlakukan tidak adil. Seorang yang moralitas individunya lemah akan terpengaruh untuk menyesuaikan diri dan mengikuti. Namun sebaliknya, seseorang yang memiliki moralitas individu baik akan tidak terpengaruh bahkan dapat mempengaruhi lingkungan yang bermoral buruk tersebut.
Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna yang dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
1.     Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis besar mengandung makna bahwa Negara melindungi setiap pemeluk agama (yang tentu saja agama diakui di Indonesia) untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya. Tanpa ada paksaan dari siapa pun untuk memeluk agama, bukan mendirikan suatu agama. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama. Dan bertoleransi dalam beragama, yakni saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
2.     Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Mengandung makna bahwa setiap warga Negara mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, karena Indonesia berdasarkan atas Negara hukum. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Bertingkah laku sesuai dengan adab dan norma yang berlaku di masyarakat.
3.     Sila Ketiga : Persatuan Indonesia. Mengandung makna bahwa seluruh penduduk yang mendiami seluruh pulau yang ada di Indonesia ini merupakan saudara, tanpa pernah membedakan suku, agama ras bahkan adat istiadat atau kebudayaan. Penduduk Indonesia adalah satu yakni satu bangsa Indonesia. cinta terhadap bangsa dan tanah air. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rela berkorban demi bangsa dan negara. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
4.     Sila Keempat : Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Mengandung maksud bahwa setiap pengambilan keputusan hendaknya dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mufakat, bukan hanya mementingkan segelintir golongan saja yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan anarkisme. tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Melakukan musyawarah, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
5.     Sila Kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia. Mengandung maksud bahwa  setiap penduduk Indonesia berhak mendapatkan penghidupan yang layak sesuai dengan amanat UUD 1945 dalam setiap lini kehidupan. mengandung arti bersikap adil terhadap sesama, menghormati dan menghargai hak-hak orang lain. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat. Seluruh kekayaan alam dan isinya dipergunakan bagi kepentingan bersama menurut potensi masing-masing. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai secara merata. Penghidupan disini tidak hanya hak untuk hidup, akan tetapi juga kesetaraan dalam hal mengenyam pendidikan.
Apabila nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir Pancasila di implikasikan di dalam kehidupan sehari-hari maka tidak akan ada lagi kita temukan di Negara kita namanya ketidak adilan, terorisme, koruptor serta kemiskinan. Karena di dalam Pancasila sudah tercemin semuanya norma-norma yang menjadi dasar dan ideologi bangsa dan Negara. Sehingga tercapailah cita-cita sang perumus Pancasila yaitu menjadikan Pancasila menjadi jalan keluar dalam menuntaskan permasalahan bangsa dan Negara.



LEADERSHIP



KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dan tidak lupa pula sholawat serta salam kami panjatkan kepada Nabi Besar kita Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari kebodohan menuju zaman yang terang  seperti saat ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada ibu ATIKA, selaku  dosen  mata kuliah OMI  serta teman-teman yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “LEADERSHIP atau PEMIMPIN”, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini, sehingga kami senantiasa terbuka untuk menerima saran dan kritik pembaca demi penyempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

                                                                   Sidoarjo, 24 Maret  2015


Kelompok leader ship

                                                                                                                                                                                                                                                           


DAFTAR ISI


KATA PENGHANTAR………………………………………………..1
DAFTAR ISI……………………………..………………………….....2
BAB I
 PENDAHULUAN…………………………………………………......3
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………....3
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………….3
1.3Tujuan……………………………………………………………....3
BAB II
PEMBAHASAN……………………………………………………......4
2.1 Pengertian kepemimpinan………………………………...………..4
A. DEVINISI……………………………………….…………...4
B. FUNGSI – FUNGSI KEPEMIMPINAN …...…………………….4
C. SIFAT-SIFAT YANG HARUS DIMILIKI PEMIMPIN ………......5
D. KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF........................................5
E. TIPE-TIPE PEMIMPIN..........................................................6
F MACAM TUGAS PEMIMPIN. ………………………………....6
2.2  HUBUNGAN KEPEMIMPINAN, MANAJEMEN DAN ORGANISASI......8
BAB III
 PENUTUP…………………………………………………………......9
3.1 Kesimpulan…………………………………………………….......9
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….10




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi,  Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi, Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.
Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas, Dan memang, apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.

 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dari latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut  yaitu:
1.      Apakah pengertian dari pemimpin?
2.      Fungsi pemimpin?
3.      Sifat – sifat seoarang pemimpin?
4.      Tugas pemimpin?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan disusunya makalah ini yaitu:
1.  Untuk melengkapi tugas mata kuliah OMI
2.  Memahami konsep LEADERSHIP
3.  Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan tentang ilmu kepemimpinan
4.  Mengetahui ruang lingkup kepemiminan





BAB II
PEMBAHASAN

 2.1 Pengertian kepemimpinan.
A.    DEFINISI
“Kegiatan mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dalam mencapai tujuanbersama”.
1.      Seni utk menciptakan kesesuaian paham.
2.      Bentuk persuasi dan inspirasi.
3.      Kepribadian yg memiliki pengaruh.
4.      Tindakan dan perilaku.
5.      Titik sentral proses kegiatan kelompok.
6.      Hubungan kekuatan / kekuasaan.
7.      Sarana pencapaian tujuan.
8.      Hasil dari interaksi.
9.      Peranan yang dipolakan.
10               Inisiasi struktur.

B.     FUNGSI – FUNGSI KEPEMIMPINAN
1.      Penentu, pembangun, pemandu, pengawas dari arah usaha pencapaian tujuan.
2.      Wakil dan juru bicara organisasi dalam berhubungan dengan pihak luar.
3.      Communicator yang efektif.
4.      Mediator handal, terutama dlm menangani konflik.
5.      Integrator efektif, rasional, objektif, dan netral.
6.      Fact Finding: menemukan visi dan misi.
7.      Aligning: Menselaraskan orang utk mencapai tujuan organisasi.
8.      Empowering: Memberdayakan orang utk mencapai cita2nya.



C.    SIFAT-SIFAT YANG HARUS DIMILIKI PEMIMPIN
1.      Akhlak yang baik.
2.      Memiliki daya imajinasi.
3.      Berfikir menurut fungsinya.
4.      Mampu bersikap adil kepada semua.
5.      Memiliki banyak minat.
6.      Bersikap sebagai pendidik.
7.      Memiliki emosional yang matang.
8.      Bersiap sebagai perencana.
9.      Mampu menghormati diri dan orang lain.
10.  Teguhk, tegas, mampu mengorganisir dengan rapi.
11.  Bersemangat, energik, bersifat sebagai pelatih.
12.  Ekspresif (berbicara dan menulis).
13.  Logis, berpikir selalu tajam dan selalu siap.
14.  Bertanggungjawab, kreatif dan pekerja keras.
15.  Setia kepada semua kepentingan.

D.    KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF
1.                                     Menciptakan wawasan untuk masa depan dengan mempertimbangkan kepentingan jangka panjang organisasi.
2.                                     Mengembangkan strategi yang rasional untuk menuju ke arah wawasan tersebut.
3.                                     Memperoleh dukungan dari pusatkekuasaan dan seluruh anggota.
4.                                     Memberi motivasi yang kuat kepada kelompok inti dan seluruh anggota untuk mencpai tujuan organisasi.







E.     TIPE-TIPE PEMIMPIN

1.     Tipe Otokratik

a.       Karakteristik negative, egois.
b.      Memutarbalikkan fakta.
c.       Sumber segala sesuatu dlm organisasi.
d.      Tujuan organisasi identik dg tujuan pribadi.
e.       Pembenaran segala cara dlm mencapai tujuan.
f.       Memperlakukan bawahan sama rendah.
g.      Mengutamkaan pelaksanaan dan penyelesaian tugas.
h.      Pengabaian peranan bawahan dlm decision making.
i.        Tdk mau menerima saran dan pandangan bawahan.
j.        Menonjolkan kekuasaan formal.
k.      Menuntut keta’atan penuh dari bawahan.
l.        Menegakkan dsiplin dengan kaku.
m.    Memberikan perintah / instruksi dg keras.
n.      Menggunakan pendekatan punitip jika bawahan salah.

2.     Tipe Paternalistik

a)      Umumnya terdpt pd masyarakat tradisional.
b)      Popularitas disebabkan:
-       Kuatnya ikatan primordial.
-       Extended family system.
-       Kehidupan masyarakat komunal.
-       Peranan adat istiadat yg kuat.
-       Memungkinkan hubungan pribadi yg intim.
c)      Legitimasi kepemimpinan utk mendominasi.
d)     Mengutamakan kebersamaan.
e)      Seolah2 ia tau segala sesuatu – “Guru”.
f)       Pemusatan pengambilan keputusan pd dirinya.
g)      Berperan sbg: pelindung, bapak, pemberi petunjuk
.
3.     Tipe Kharismatik

a)         Daya tariknya sangat memikat.
b)      Mampu memperoleh pengikut yg besar.
c)      Pengikutnya tdk selalu dpt menjelaskan mengapa ia dikagumi.
d)     Tidak dipersoalkan nilai, sikap, prilaku dan gayanya.
4.      Tipe Laissez Faire
a)      Anggapan bahwa anggota taat pada aturan.
b)      Pasif; membiarkan orang berjalan menurut alurnya.
c)   Prinsipnya: manusia memiliki solidaritas, kesetiaan, taat norma, dan  b            bertanggungjawab.
d)     Hubungan tasan-bawahan saling mempercayai.
e)      Sikapnya cenderung permisif.
f)       Memperlakukan bawahan sbg akibat adanya struktur & hirarki organisasi.
g)      Gaya kepemimpinannya:
-       pendelegasian wewenang secara extensive.
-       Decision making diserahkan pada pejabat lebih rendah.
-       Status quo organisasi tdk terganggu.
-       Berfikir dan bertindak inovatif / kreatif diserahkan pada anggota.
-       Intervensi pemimpin dalam perjalanan organisasi minim.

4.     Tipe Demokratik

a)      Perannya selaku coordinator dan integrator.
b)      Pendekatan fungsi kepemimpinannya: holistic dan integralistik.
c)      Organisasi menggambarkan dengan jelas tugas mencapai tujuan.
d)     Perbedaan adalah kenyataan hidup, harus terjamin kebersamaan.
e)      Menjunjung tinggi harkat, martabat manusia.
f)       Menindak pelanggar disiplin / etika kerja, korektif dan edukatif.
g)      Mendorong bawahan untuk inovatif dan kreatif.
h)      Penghargaan kepada bawahan yang berprestasi tinggi.
i)        Sumber daya dan dana hanya digunakan oleh manusia dlm organisasi untuk     pencapaian tujuan.
j)       Selalu mendelegasikan wewenang yang praktis dan realistic.
k)      Bawahan dilibatkan aktif dalam proses decision making.
l)       Pengakuan diri didasari kemampuan dalam memimpin.

F.     MACAM TUGAS PEMIMPIN

1.      Bekerja tulus – ikhlas karena Allah.
2.      Amanah, fathanah, tabligh, dan siddiq.
3.      Mendidik anggota secara serius dan menyiapkan regenerasi.
4.      Kasih sayang merata kepada seluruh anggota.
5.      Merencanakan program secara tepat, menetukan tahapan strategi, dan sumber    dana.
6.      Mengelola orang sesuai kemampuan masing-masing.
7.      Membangun iklim saling percaya dan berbaik sangka.
8.     Bersungguh-sungguh menyalakan cita-cita, mengukuhkan tekad dan membangkitkan harapan dalam tim.

2.2     HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN, MANAJEMEN DAN ORGANISASI

Organisasi merupakan kumpulan dari orang-orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan, yang mana untuk mencapai tujuan tersebut memerlukan manajemen untuk mengatur orang-orang tersebut, yang mana manajemen tidak akan berhasil apabila tidak ada pemimpin di dalamnya dan seorang pemimpin pun harus memiliki ilmu kepemimpinan, jadi antara Kepemimpinan, manajemen dan organisasi merupakan suatu sistem yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat terpisahkan



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kepemimpinan merupakan salah satu topik yang sangat menarik dalam dunia organisasi. Apalagi di tengah perubahan lingkungan organisasi yang begitu dinamis. Semakin banyak perubahan yang terjadi, maka kepemimpinan-pun semakin dibutuhkan. Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam organisasi, karena kemampuan seorang pemimpin dalam mempengaruhi anggota menjadi faktor dominan yang menentukan sukses tidaknya suatu organisasi, pemimpinlah yang menjadi koordinator, motivator, dan katalis yang akan membawa organisasi pada puncak keberhasilan. Oleh karena itu orang selalu mengasosiasikan kegagalan atau keberhasilan organisasi dengan pemimpinnya baik itu di perusahaan, lembaga pemerintah, politik, swasta maupun badan sosial.








Daftar Pustaka
Anthony, W.P., Parrewe, P. L., dan Kacmar, K.M. 1999. Strategic Human Resource Management. Second Edition. Orlando: Harcourt Brace and Company.

Bass, B.M. 1990. Bass and Stogdill's Handbook of Leadership. New York: Free Press.

Bass, B.M. 1990. From Transactional to Transformational Leadership: Learning to Share the Vision. Organizational Dynamics. Dalam Steers, R.M., Porter, L.W., dan Bigley, G. A. (Eds.). 1996. Motivation and Leadership at Work. Sixth Edition. New York: The McGraw-Hill Companies. 628-640.

Bass, B.M. 1997. The Transactional-Transformational Leadership Paradigm Transcend Organizational and National Boundaries? Journal American Psychologist, 52: 130-139.

Bennis, W. 2000. Menjadi Pemimpin dari Para Pemimpin. Dalam Gibson, R. (Ed.). 1997. Rethinking The Future: Rethinking Business, Principles, Competition, Control, Leadership, Markets, and the World. Alih bahasa: Hikmat, K. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 249-275.

Daft, R.L. 1999. Leadership Theory and Practice. Florida: The Dryden Press.

Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., dan Donnely, J.H. Jr. 2000. Organizations: Behavior, Structure, Processes. Tenth Edition. Singapore: McGraw-Hill.

Kotter, J.P. 1990. What Leaders Really Do. Harvard Business Review, May-June, 103¬113. Dalam Steers, R.M., Porter, L.W., dan Bigley, G. A. (Eds.). 1996. Motivation and Leadership at Work. Sixth Edition. New York: The McGraw- Hill Companies. 620-627.

Luthans, F. 1995. Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill.

Moorhead, G., dan Griffin, R. W. 1995. Organizational Behavior: Managing People and Organization. Fourth Edition. Boston: Houghton Mifflin Company.

Yukl, G.A. 1998. Leadership in Organization. Second Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.